“Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya dapat kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan.”
Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa…’ Pesan ini akan tiba padamu, entah dengan cara apa.”
“Dunia tidak lagi sama. Hidup ini menjadi asing. Aku sedih untuk sesuatu yang tak kutahu. Aku galau untuk sesuatu yang tak ada. Dan jari ini ingin menunjuk sesuatu yang bisa menjadi sebab, tapi tak kutemukan apa-apa. Pada saat yang sama, seluruh sel tubuhku berkata lain. Mereka tahu sesuatu yang tak dapat digapai pikiran. Apa rasanya, jika tubuhmu sendiri menyimpan rahasia darimu?”
“Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki”
“Terkadang orang lupa, kebahagiaan yang terlampau memuncak akhirnya bisa melumpuhkan.”
“Kita tak tahu dan tak tahu pasti hingga semuanya berlalu.Pada akhirnya cuma waktu”
“I’m the saddest one. Because I know something that I can never have.”
“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.”
“To him, I might be a unique blend of lowbrow jokes and complicated quantum theories.
To him, I might be the perfect friend. But deep down, I’m just in love.”
Kadang - kadang pilihan yang terbaik adalah menerima…”
“Dengarkah kamu? Aku ada. Aku masih ada. Aku selalu ada. Rasakan aku, sebut namaku seperti mantra yang meruncing menuju satu titik untuk kemudian melebur, meluber, dan melebar. Rasakan perasaanku yang bergerak bersama alam untuk menyapamu.”
“Aku memandangimu tanpa perlu menatap, aku mendengarmu tanpa perlu alat, aku menemuimu tanpa perlu hadir, aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa. Karena kini kumiliki segalanya..”
Aku ingin membisikkan selamat tidur, jangan bermimpi. Untuk bersamaku, ia tak perlu mimpi.”
“lalu, untuk apa? Untuk apa diberi pertanda jika ternyata tak bisa mengubah apa-apa?”
“Seratus sempurna. Kamu satu lebih sempurna.”
“Pesan itu akan tiba padamu, batinku. Namun entah dengan cara apa”
“Kamu hanya perlu menerima. Ketika belum terjadi, terima firasatnya. Ketika sudah terjadi, terima kejadiannya. Menolak, menyangkal cuma bikin kamu lelah.”
Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa…’ Pesan ini akan tiba padamu, entah dengan cara apa.”
“Dunia tidak lagi sama. Hidup ini menjadi asing. Aku sedih untuk sesuatu yang tak kutahu. Aku galau untuk sesuatu yang tak ada. Dan jari ini ingin menunjuk sesuatu yang bisa menjadi sebab, tapi tak kutemukan apa-apa. Pada saat yang sama, seluruh sel tubuhku berkata lain. Mereka tahu sesuatu yang tak dapat digapai pikiran. Apa rasanya, jika tubuhmu sendiri menyimpan rahasia darimu?”
“Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia menikmati punggung ayam tanpa tahu ada bagian lain. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tidak sanggup saya miliki”
“Terkadang orang lupa, kebahagiaan yang terlampau memuncak akhirnya bisa melumpuhkan.”
“Kita tak tahu dan tak tahu pasti hingga semuanya berlalu.Pada akhirnya cuma waktu”
“I’m the saddest one. Because I know something that I can never have.”
“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.”
“To him, I might be a unique blend of lowbrow jokes and complicated quantum theories.
To him, I might be the perfect friend. But deep down, I’m just in love.”
Kadang - kadang pilihan yang terbaik adalah menerima…”
“Dengarkah kamu? Aku ada. Aku masih ada. Aku selalu ada. Rasakan aku, sebut namaku seperti mantra yang meruncing menuju satu titik untuk kemudian melebur, meluber, dan melebar. Rasakan perasaanku yang bergerak bersama alam untuk menyapamu.”
“Aku memandangimu tanpa perlu menatap, aku mendengarmu tanpa perlu alat, aku menemuimu tanpa perlu hadir, aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa. Karena kini kumiliki segalanya..”
Aku ingin membisikkan selamat tidur, jangan bermimpi. Untuk bersamaku, ia tak perlu mimpi.”
“lalu, untuk apa? Untuk apa diberi pertanda jika ternyata tak bisa mengubah apa-apa?”
“Pesan itu akan tiba padamu, batinku. Namun entah dengan cara apa”
“Kamu hanya perlu menerima. Ketika belum terjadi, terima firasatnya. Ketika sudah terjadi, terima kejadiannya. Menolak, menyangkal cuma bikin kamu lelah.”